-
2013
(24)
- Juni(9)
-
Mei(15)
- Mesopotamia
- Acient persia
- From Sikhism's Holy Sri Guru Granth Sahib: Guru Na...
- Makalah Agama Romawi Kuno
- Makalah Agama Yunani Kuno
- Makalah Agama Baha'i
- MAKALAH Agama Agama Mesopotamia dan Babilonia
- Makalah Agama Jain
- MAKALAH Agama Sikh
- makalah Peradaban China Kuno (Sungai Kuning)
- makalah Agama Suku Aborigin
- makalah Agama Persia Kuno
- makalah Agama Mesir Kuno
- makalah Agama Zoroaster
- makalah agama shinto
MAKALAH
“AGAMA MESIR KUNO”
Disampaikan
pada Mata Kuliah Agama-Agama Minor
Dosen
Pembimbing :
Hj.
Siti Nadroh, M.Ag
Disusun Oleh :
ANIS
DHAMAYANTI 1110032100009
NUR
FARIZA 1110032100014
PRODI
PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
A.
Sejarah
Mesir
Kuno adalah peradaban yang tumbuh subur dari hulu Sungai Nil sampai wilayah
deltanya di Laut Tengah. Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia yaitu
mencapai 6400 kilometer. Sungai Nil bersumber dari mata air di dataran tinggi
Pegunungan Kilimanjaro di Afrika Timur. Ada empat Negara yang dilewati sungai
Nil yaitu Uganda, Sudan, Ethiopia dan Mesir. Peradaban Mesir Kuno bertahan
lebih dari 3000 tahun sehingga peradaban Mesir Kuno disebut sebagai peradaban
kuno terlama di dunia, sekitar tahun 3300 SM sampai 30 SM.[1]
Oleh karena hujan musiman di Afrika, setiap tahun aliran Sungai Nil membanjiri tepi sungai. Menurut mitos, air sungai yang mengalir terus tersebut adalah air mata Dewi Isis yang selalu sibuk menangis dan menyusuri sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang gugur dalam pertempuran. Ketika luapan air menyusut, tanah tersebut menjadi subur karena humus yang dibawa oleh aliran sungai. Sama seperti di Mesopotamia, daratan sungai Nil juga membutuhkan pengelolaan yang cermat. Efek peristiwa alami ini memungkinkan orang Mesir Kuno mengembangkan suatu perekonomian yang berdasar pada hasil pertanian.[2]
Ketika para petani telah mempunyai surplus pangan dan waktu luang barulah mereka membangun kebudayaan; perdagangan, administrasi, seni, arsitektur, dan lain-lain. Sungai Nil juga digunakan sebagai jalan raya air untuk transportasi. Ada beberapa faktor alam lain yang menjadikan Mesir sebagai peradaban besar. Kebanyakan daerah Mesir beriklim tropis, ini dapat dilihat dari lamanya matahari bersinar. Mesir memiliki musim panas lebih lama dari musim dingin, dengan sekitar 12 jam sinar matahari per hari pada musim panas, dan sekitar 10 jam sinar matahari per hari pada musim dingin.[3]
Selain
itu, wilayah Mesir juga memiliki penghalang alami yang merupakan perlindungan
dari luar. Gurun di sebelah barat dan timur, laut di sebelah utara, dan bagian
sungai Nil yang deras atau air terjun di sebelah selatan dapat mempersulit
serangan musuh. Menurut catatan dan dokumen yang ditemukan oleh para arkeolog,
orang Mesir menyebut negeri mereka Kemet, yang berarti “Daratan Hitam”
yang mengacu pada tanah gelap yang merupakan lahan subut yang tersisa setelah
luapan sungai Nil. Mereka juga menggunakan istilah lain, Deshret, yaitu
“Daratan Merah”, yang mengacu pada gurun yang terbakar di bawah terik matahari.
Jika
dilihat time line Mesir Kuno, maka daratan yang dikenal sebagai wilayah yang
subur ini memiliki pola peradaban yang sangat panjang.
Waktu
|
Peradaban
|
6000 SM
|
Pertanian dimulai di Lembah
Sungai Nil
|
3300-3100 SM
|
Berkembang kota pertama
|
3000 SM
|
Mesir Atas dan Mesir Bawah
disatukan menjadi satu kerajaan
|
2630 SM
|
Zaman Piramida, piramida
didirikan untuk pertama kalinya
|
Kerajaan Tua
(2649-2134 SM)
2575-2465 SM
2134-2040 SM
|
Selama pemerintahan dinasti
keempat, kekuasaan Mesir meningkat dramatis
Periode Pertengahan
Pertama
Mesir terbagi menjadi dua
kerajaan
|
Kerajaan Tengah
(2040-1640 SM)
2040 SM
1640-1532 SM
|
Sesotris III menyatukan Mesir kembali
Periode Pertengahan
Kedua
Bangsa Hyksos menduduki Mesir
Bawah
|
Kerajaan Baru
(1532-1070 SM)
1504-1492 SM
1285 SM
1070-712 SM
|
Kekaisaran Mesir mencapai puncak
kejayaannya di bawah Tuthmosis I
Ramses menyatakan kemenangan di
Qadesh melawan bangsa Hittites
Periode Pertengahan
Ketiga
Kekuatan Mesir menurun drastis
|
924 SM
|
Shosenq I menyerang Israel dan
Yudah
|
828-712 SM
|
Mesir dibagi menjadi lima
kerajaan
|
Periode Akhir 712-332
SM
712 SM
671 SM
525 SM
332 SM
|
Mesir diperintah oleh raja dari
Nubia
Bangsa Assyria menaklukkan Mesir
Bangsa Persia menaklukkan Mesir
Mesir dikalahkan oleh Alexander
Agung
|
Dari
time line di atas dapat dilihat, bahwa Mesir terbagi dalam dua bagian, yaitu
Mesir Bawah (Lower Egypt), merupakan hilir Sungai Nil, yang terletak di
Utara dekat Laut Tengah, dan Mesir Atas (Upper Egypt), yang terletak di
Selatan lebih dekat hulu Sungai Nil.
Salah
satu kota pertama di Mesir bernama Hierakonpolis. Di Hierakonpolis, orang Mesir
kuno juga sudah membuat lembaran seperti kertas dari daun papirus. Setelah daun
papirus dikeringkan, di atasnya mereka dapat menggambar dan menulis huruf hieroglif.[4]
B.
Kehidupan
Sosial dan Ekonomi
Lembah
Nil yang subur menghasilkan gandum, sayur-mayur, dan buah-buahan yang cukup.
Masyarakat terbagi atas golongan-golongan, yaitu; Firaun dan keluarganya,
bangsawan, pedagang dan usahawan, petani, pekerja dan budak. Di bawah firaun,
terdapat bangsawan yang dapat turut mengecap kehidupan yang mewah. Di bawah
bangsawan, terdapat golongan pedagang dan usahawan. Mereka berdiam di kota-kota
dan dapat mengenyam pula hidup yang lebih baik. Sebaliknya, rakyat terbanyak
yang terbagi atas tiga golongan, yaitu petani, pekerja, dan budak, hidup serba
kekurangan. Petani-petani meskipun memiliki hasil-hasil tanaman, tetapi para
pengumpul pajak memungut sebagian terbesar dari panen mereka. Pekerja-pekerja
di kota-kota hidup miskin. Yang terburuk nasibnya ialah budak-budak yang harus
bekerja keras untuk kaum firaun dan kaum bangsawan.[5]
C.
Perkembangan
Politik
1. Periode Dinasti Awal
Periode Dinasti Awal adalah puncak dari evolusi berlangsung budaya, agama dan politik, sulit untuk menentukan awal sebenarnya. Menurut tradisi Mesir Kuno, raja pertama yang memerintah atas seluruh Mesir adalah seorang pria yang bernama Menes. Dia dianggap sebagai raja pertama Dinasti Awal dan tradisi menunjukkan bahwa dialah yang menyatukan dua bagian Mesir, yaitu penyatuan Mesir Atas dan Mesir Bawah. [6]
2. Periode Kerajaan Tua (Old Kingdom)
Lahirnya kerajaan Mesir Tua setelah Menes berhasil mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sebagai pemersatu, ia diberi gelar Nesutbiti dan digambarkan memakai mahkota kembar.
Kerajaan Mesir Tua
disebut zaman Piramida, karena pada masa inilah dibangun piramida-piramida
terkenal, misalnya piramida Saqqarah dari Firaun Joser. Piramida di Gizeh
adalah makam Firaun Cheops, Chifren dan Menkawa.
3. Periode Peralihan Pertama
Pada kira-kira tahun 2134-2040 SM yang digolongkan sebagai Periode Peralihan Pertama, kekuasaan para firaun mengalami penurunan. Runtuhnya kerajaan Mesir Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang melepaskan diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya, terjadilah perpecahan antara Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Mungkin karena selama puluhan tahun aliran sungai Nil amat berkurang dan terjadi bencana lapar. Dan sekali lagi Mesir dibagi menjadi dua kerajaan.
4. Periode Kerajaan Tengah (Middle Kingdom)
Kerajaan Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia berhasil memulihkan persatuan dan membangun kembali Mesir. Tindakannya antara lain; membuka tanah pertanian, membangun proyek irigasi, pembuatan waduk dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan serta membuka hubungan dagang dengan Palestina, Syiria, dan pulau Kreta. Sesotris III juga berhasil memperluas wilayah ke selatan sampai Nubia (kini Ethiopia). Sejak tahun 1800 SM kerajaan Mesir Tengah diserbu dan ditaklukkan oleh bangsa Hyksos.
5. Periode Peralihan Kedua
Kira-kira tahun 1640-1532 SM yang disebut Periode Peralihan Kedua, kekuasaan dialihkan ke beberapa raja lokal. Dan Mesir dijajah oleh orang Hyksos dari Timur Tengah. Pada akhir periode ini, Hyksos dikalahkan dan diusir oleh firaun Thebes. Sekali lagi Mesir menyatu.
6. Periode Kerajaan Baru (New Kingdom)
Pada tahun 1532 SM Kerajaan Baru dimulai ketika raja pertama Dinasti ke-18, Ahmosis I, menyelesaikan pengusiran Hyksos dari Mesir, yang telah dimulai oleh saudaranya Kamose. Sepanjang Dinasti ke-18, orang Mesir mulai menggunakan istilah Firaun.
Dalam susunan pemerintahan
di Mesir, Raja disebut Firaun. Ia menempati puncak kekuasaan yang dipegangnya
secara mutlak. Ia juga dianggap sebagai dewa. Segala segi kehidupan di Mesir
diatur dengan Firaun.[7]
Banyak perluasan kerajaan dilakukan. Mesir di bawah Dinasti ke-18 mengawasi suatu area yang meluas ke selatan, ke tempat yang kini disebut Sudan, dan ke timur, ke wilayah Timur Tengah. Dinasti ke-19, Thutmosis I, berhasil menguasai Mesopotamia yang subur. Dinasti ke-20, Thutmosis III, merupakan raja terbesar di Mesir. Ia memerintah bersama istrinya, Hatshepsut. Batas wilayah kekuasaannya di timur sampai Syria, di selatan sampai Nubia, di barat sampai Lybia dan di utara sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya tersebut, ia diberi gelar “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal karena memerintahkan pembangunan Kuil Karnak dan Luxor. Setelah pemerintahan Thutmosis III, maka pemerintahan dilanjutkan oleh Amenhotep IV, kaisar ini dikenal memperkenalkan kepercayaan yang bersifat Monotheis, yaitu hanya menyembah Dewa Aton (dewa matahari) yang merupakan roh dan tidak berbentuk. Dan pemerintahan terakhir dipimpin oleh Ramses II, ia dikenal membangun bangunan besar bernama Ramesseum dan Kuil serta makamnya di Abu simbel. Ia juga pernah memerintahkan penggalian sebuah terusan yang menghubungkan daerah sungai Nil dengan Laut Merah, namun belum berhasil.[8]
Tiap dinasti sebetulnya jarang puas dengan kekuasaan dan kekayaannya. Akibat kerakusan itu mereka mulai berperang dan memperluas wilayah. Bangsa-bangsa yang menempati wilayah selatan, utara, barat, dan timur dijajah, dirampas hartanya dan rakyatnya dipakai sebagai budak.
7. Periode Peralihan Ketiga
Selama hampir tiga abad Mesir lumpuh tidak berdaya menghadapi serbuan-serbuan dari Asia, pada tahun 800 SM, Mesir terpaksa harus membayar upeti kepada raja-raja Assyiria. Selanjutnya, pada abad ke-6 SM, Mesir ditaklukkan oleh Persia.[9]
8. Periode Akhir
Kekuatan Mesir tidak disegani lagi oleh bangsa-bangsa lain. Bahkan Mesir berhasil dijajah dan dikuasai oleh beberapa bangsa; Nubia, Assyria, Persia, dan Yunani (Macedonia).
Tahun 332 SM, Raja
Macedonia, Alexander Agung menaklukkan Mesir dan memasukannya ke dalam Kerajaan
Hellenistiknya. Ketika Alexander meninggal tahun 332 SM, temannya, Jendral
Ptolemeus menjadi gubernur Mesir. Pada 305 SM, ia menjadi raja Mesir, dengan
begitu didirikanlah dinasti firaun Ptolemeus. Para penguasa Hellenistik
memegang kekuasaan di Mesir selama hampir 300 tahun. Pada masa terakhir
pemerintahan dinasti Ptolemeus, Mesir diperintah oleh seorang firaun perempuan,
Cleopatra VII. [10]
D.
Sistem
Kepercayaan bangsa Mesir
a) Tulisan
Masyarakat Mesir mengenal bentuk tulisan yang disebut Hieroglyph berbentuk gambar. Tulisan hieroglyph ditemukan di dinding piramida, tugu obelisk[11] maupun daun papirus. Huruf hieroglyph terdiri dari gambar dan lambang berbentuk manusia, hewan dan benda-benda. Setiap lambang memiliki makna. Tulisan ini kemudian berkembang menjadi lebih sederhana yang dikenal dengan tulisan hieratic [12]dan demotis[13]. Huruf-huruf Mesir itu semula menimbulkan teka-teki karena tidak diketahui maknanya. Secara kebetulan ketika Napoleon menyerbu Mesir pada tahun 1799, salah satu anggota pasukannya menemukan batu besar berwarna hitam di daerah Rosetta.[14]
Batu itu kemudian dikenal dengan nama batu Rosetta yang memuat inskripsi dalam tiga bahasa. Dengan terbacanya isi batu Rosetta, terbukalah tabir mengenai pengetahuan Mesir kuno yang kita kenal sampai sekarang. Selain di batu, tulisan Hieroglyph juga ditemukan di kertas yang terbuat dari batang papirus.
b) Sistem Kalender
Masyarakat Mesir mula-mula membuat kalender bulan berdasarkan siklus peredaran bulan selama 29,5 hari. Karena dianggap kurang tetap, kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan bintang anjing (Sirius) yang muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun adalah 12 bulan, satu bulan 30 hari dan lamanya setahun adalah 365 hari yaitu 12 x 30 hari lalu ditambahkan 5 hari.
Penghitungan kalender
Mesir dengan sistem Solar kemudian diadopsi oleh bangsa Romawi menjadi kalender
Romawi dengan sistem Gregorian. Sedangkan bangsa Arab kuno mengambil alih
penghitungan sistem lunar menjadi tarik Hijrah.[15]
c) Seni bangunan (Arsitektur)
Dari peninggalan bangunan-bangunan yang masih bisa disaksikan sampai sekarang menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah memiliki kemampuan yang menonjol di bidang matematika, geometri dan arsitektur. Peninggalan bangunan Mesir yang terkenal adalah piramida dan kuil yang erat kaitannya dengan kehidupan keagamaan. Piramida dibangun untuk tempat pemakaman Firaun. Arsitek terkenal pembuat piramida adalah Imhotep. Bangunan ini biasanya memiliki kamar bawah tanah, pekarangan dan kuil kecil di bagian luarnya.[16]
Piramida terbesar adalah makam raja Cheops, yang tingginya mencapai 137 meter di Gizeh. Selain Cheops, di Gizeh juga terdapat piramida Chefren dan Menkaure. Di Saqqara juga terdapat piramida firaun Joser. Selain piramida, bangunan Mesir biasanya besar-besar. Yang khas ialah kuil untuk bermacam-macam dewa. Tiang-tiang kuil itu besar-besar, yang kelak terlihat pengaruhnya pada seni bangunan Yunani. [17] Kuil terbesar dan terindah adalah kuil Karnak untuk pemujaan Dewa Amon Ra. Kuil Karnak panjangnya ±433 meter, tiang-tiangnya setinggi 23,5 meter dengan diameter ±6,6 meter. Tembok, tiang dan pintu gerbang dipenuhi dengan lukisan dan tulisan yang menceritakan pemerintahan raja.
E.
Piramida
Mesir, Mumi, dan Kepercayaan
Piramida adalah monumen yang terkenal di Mesir Kuno. Piramida telah dibangun oleh para raja Mesir pada zaman Kerajaan Tua dan Kerajaan Tengah sebagai simbol kerajaan yang megah. Piramida terdiri atas susunan batu raksasa (sampai 15.000 kg per batu) yang harus dibawa dari jauh. Pembangunan piramida memerlukan banyak tenaga (ahli bangunan, pemahat, pelukis, arsitek dan budak). Piramida yang paling besar adalah piramida Raja Khufu yang dikerjakan oleh 20.000 pekerja selama puluhan tahun. Piramida Khufu terbentuk dari 2 juta batu (masing-masing beratnya 15.000 kg). Piramida berfungsi sebagai kuburan raja Mesir yang sangat megah, mewah, mahal dan rumit secara ilmu arsitektur.
Pada zaman ketika pembangunan piramida-piramida, logam perak dan emas sudah dapat dicairkan (Zaman Logam). Emas dan perak tersebut diolah menjadi perhiasan-perhiasan serta patung-patung. Di dalam piramida berisi banyak perhiasan dan patung-patung dari emas, perak, dan permata sehingga menjadi incaran para perampok dan para penjajah. Biasanya para firaun dan keluarganya sudah mulai membangun piramida mereka pada saat mereka sudah dewasa. Semua dinding dihias dengan gambar dan tulisan yang mengaggung-agungkan diri mereka sendiri. Bentuk piramida yang melancip melambangkan sinar matahari yang menyorot, sehingga firaun yang dikubur di sana dipercaya dapat naik ke surga.
Kompleks pekuburan besar ini menyediakan sangat banyak informasi tentang masyarakat dan kebudayaan Mesir Kuno. Pembangunan piramida tidak dilakukan lagi setelah ujung Kerajaan Tengah. Para raja Mesir selanjutnya menunjukkan kekuatan mereka dengan membangun kuil, yang mereka tunjukan dengan pahatan dan ukiran monumental.
Hal lain yang menarik di Mesir adalah mumi (mayat yang diawetkan). Ketika raja meninggal, badannya dimumikan. Segala organ tubuh bagian dalam dikeluarkan termasuk otak (kecuali hati). Sesudah itu bahan-bahan kimia alami digunakan untuk mengawetkan tubuh kosong firaun. Proses pengawetan memerlukan waktu 70 hari. Tubuh dibungkus dengan kain-kain yang berisi jimat sebagai benda kramat yang dapat menghindari segala peristiwa buruk. Sesudah diupacarai oleh para pendeta Mesir, mumi ditempatkan dalam satu peti mayat yang biasanya berisi ukiran emas dan permata. Ini memastikan bahwa badan raja yang utuh berlanjut sebagai sebuah rumah untuk jiwanya.
Mayat raja dengan khidmat dikebumikan di kamar penguburan, tepat di pusat piramida. Dinding bagian dalam piramida telah diukir dengan teks suci dan mantra, dan kamar telah dilengkapi dengan harta yang mewah untuk digunakan oleh raja di alam baka (gerobak-perang, makanan, minuman, emas, permata, pakaian. Setelah pemakaman raja, jalan lintasan pintu masuk ke kamar disegel dengan batu untuk melindunginya dari perampok.
Pada masa ini, Mesir sudah mengenal kepercayaan yaitu “ada kehidupan setelah mati”. Kepercayaan ini dapat diteliti berkat peninggalan berbentuk batu-batu dan lukisan di dinding piramida yang berisi huruf hieroglif. Ternyata mereka percaya pada istilah surga sebagai wilayah yang mirip dengan keadaan tepi sungai Nil, disebut “Ladang-ladang ber-Papirus (Fields of Reeds)”, yang segala tanaman tumbuh berlimpah. Dewa Osiris menjaga pintu masuk surge dan hanya mengizinkan masuk roh-roh yang sepanjang hidupnya berkelakuan baik. Sebelum roh-roh mendapat izin masuk surga mereka harus melewati perjalanan dan siksaan yang dahsyat di neraka. Untuk memungkinkan perjalanan ini dapat dilewati dengan baik, banyak upacara dan mantra-mantra harus dikumandangkan.
Orang Mesir percaya hidup setelah mati. Awalnya, hanya Fir’aun dan keluarga dekatnya saja yang dianggap dapat hidup abadi. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya semua orang dapat hidup abadi setelah mati.[18]
Masyarakat
Mesir menyembah banyak dewa-dewi (politeisme). Dewa-dewi Mesir kebanyakan merupakan manifestasi
dari alam. [19]
Tetapi terkadang
memiliki kepercayaan animisme, dan kadang-kadang totemisme, yaitu memuja
dewa-dewa, roh-roh, dan binatang yang dianggap suci. Bangsa Mesir Kuno sangat
memuliakan matahari yang disebut dewa Ra. Matahari dipandang dewa yang sangat
berkuasa yang menentukan nasib bangsa Mesir pada saat itu.
F. Keyakinan bangsa Mesir Kuno
1. Bangsa Mesir Kuno menyembah banyak dewa
Ketika Mesir terdiri dari 42 wilayah sebelum disatukan
Mina, setiap wilayah memiliki dewa khusus yang disembah. Mereka mendirikan
beberapa kuil dan membuat patung para dewa. Pada hari-hari besar, mereka
berkerumun mengitari patung-patung itu. Ada daerah yang menyembah elang sebagai
simbol kekuatan, ada juga yang memuja sapi sebagai simbol kebenaran dan kasih
sayang.[20]
2.
Keyakinan terhadap kebangkitan dan keabadian
Bangsa Mesir Kuno percaya bahwa manusia akan dibangkitkan
kembali setelah kematian untuk hidup abadi. Ketika kematian menjemput, arwah
seseorang akan naik ke langit berbentuk seperti burung. Jika jasadnya tetap
utuh setelah dimakamkan, maka arwahnya akan kembali kepadanya. Jadi, dimata
bangsa Mesir Kuno kematian bukanlah sebuah akhir, karena seseorang akan hidup
kembali seperti semula. Keyakinan inilah yang membuat mereka memumikan jenazah
seseorang. Demi menjaga keutuhannya. Inilah yang mendorong mereka mendorong
mereka membangun piramida besar. Kepercayaan bangsa Mesir bahwa ada hidup setelah kematian
dibuktikan dengan “kunci kehidupan” (Ankh) yang
merupakan salib Fir’aun. Kunci kehidupan ini terdapat di makam-makam dan
dinding–dinding kuil. Kunci kehidupan ini merupakan simbol kehidupan yang
kekal, simbol paling suci dalam peradaban raja-raja Fir’aun. [21]
3.
Keyakinan tentang penghitungan setelah kematian
Pengadilan orang mati dalam naskah Papyrus yang berasal
dari Thebes yang mengacu pada tahun 1025 SM termaktub, dewa Anobis menimbang
jantung si mayat dengan timbangan keadilan. Sementara Osiris sebagai dewa
kematian berada disebelah kanan Anobis mengikuti persidangan. Karena itulah
bangsa Mesir Kuno percaya bahwa arwah setelah mati akan dipersidangkan sesuai
perbuatna yang dilakukan di dunia. Dengan begitu, orang baik akan diganjar
pahala kebaikannya, dan orang jahat akan dihukum atas kejahatannya.
Persidangan tersebut terdiri dari 42 hakim yang mewakili
beberapa wilayah Mesir yang dipimpin oleh dewa Osiris sebagai dewa kematian.
Sementara itu, jantung si mayat diletakkan disalah satu siis timbangan dan
disisi lainnya diletakkan bulu mewakili dewi Maat,, dewi kejujuran dan
keadilan, sekaligus putri dewa Ra. Karena itu bila timbangannya ringan berarti
seseorang itu suci yang akan ditempatkan surga, dan bila timbangannya berat
berarti dia adalah pendosa yang akan digiring ke neraka.
Kepercayaan bangsa Mesir Kuno terhadap pahala dan siksa
di akhirat adalah buah diutusnya sejumlah para nabi mereka, seperti nabi
Ibrahim, Yusuf, Musa dan Harun. Dengan begitu, pengaruh tersebut yang mendorong
mereka mencatat perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk.[22]
4.
Keluhuran monotheisme
Hal ini nampak
dalam hal kepercayaan keagamaan hasil ajaran Farao Achnaton esensi ajarannya
merupakan kekuatan reaksi terhadap kepercayaan agama masyarakat dan raja yang
telah berakar serta berkembang berabad-abad lamanya yakni pemujaan terhadap
banyak dewa. Farao Achnaton memaksakan kepada rakyatnya untuk mengikuti ajaran
monotheisme yaitu kepercayaan kepada satu dewa saja; dewa Aton; dewa
matahari terbit di ufuk timur.
Dari segi politik
ajaran Achnaton berarti mematahkan kekuasaan pendeta dalam pemerintah sebab Achnaton
adalah seorang raja yang membenci dewa Amon ikut serta dalam pemerintah. Bahkan
kuil Amon di Memphis dan kuil-kuil lainnya dihilangkan, diganti dengan kuil
Aton di Thebe, kota Achet. Kuil Aton ini terletak ditengah-tengah padang pasir
dikelilingi dinding persegi panjang
tanpa atap di atasnya, di tengah-tengahnya dibangun suatu oblisk lambang
pemujaan dewa Aton.
demikianlah gambaran umum kepercayaan Mesir Kuno terhadap
dewa serta pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan
hidup kegamaan mereka. Agar mereka tidak berlarut-larut dalam jurang kesesatan,
tahayul-tahayul serta hurafat-hurafat, maka Allah segera mengutus Nabi Musa
pada masa Farao Ramses II pada abad ke-13 SM. untuk meluruskan sistem
kepercayaan mereka yang tidak benar itu.
Walaupun Farao
Ramses II saat itu tidak mau mengikuti ajaran Nabi Musa, namun akhirnya ajaran
Nabi Musa berdasarkan monotheisme mutlak dengan 10 perintahnya (Ten
Commendements) dapat mendobrak polytheisme bangsa tersebut termasuk
tradisi-tradisi kepercayaan paganistis (keberhalaan) mereka.
Akhirnya riwayat
agama paganisme dan polytheisme Mesir Kuno mengalami kehancuran total bersama
dengan runtuhnya kerajaan Farao pada abad ke-6 SM.[23]
G.
Jenis-jenis dewa bangsa Mesir Kuno
Dewa yang paling tinggi ialah Ra (matahari waktu tengah hari). Dewa Ra dipandang sebagai dewa yang melahirkan dewa-dewa lainnya sehigga terdapat 9 orang dewa pokok, sebagai berikut:
1. Dewa Ra: dewa matahariDewa Nut : dewa langit
2.
Dewa Geb : dewa bumi
3.
Dewa Su : dewa hawa
4.
Dewa Tefnit : dewa udara panas
5.
Dewa Oziris : dewa sungai nil
6.
Dewa Isis : dewa kesuburan
7.
Dewa Sit : dewa padang pasir
8.
Dewa Nefus : dewa kekeringan
H.
Hewan yang dipandang suci
Selain diatas, mereka juga menunjukkan dewa-dewa kecil yang bersifat individual atau bersifat lokal (setempat). Dewa-dewa kecil dipuja oleh kelompok suku-suku, dinasti dari raja-raja/Farao tertentu. Dengan kepercayaan kepada adanya dewa-dewa kecil itu, maka muncullah 42 dewa-dewa yang terdiri dari 9 dewa besar, dan 33 dewa kecil lainnya yang\ mendapat pemujaan sepanjang masa.
Dewa-dewa kecil itu
melambangkan kekuatan alam dan juga terdiri dari binatang-binatang yang dipandang suci dan dipuja oleh mereka
seperti:
Dewa Aton : dewa matahari diufuk timur (pagi hari)
Dewa Horus : dewa dimusim semi
Dewa Funix : dewa burung bangau
Dewa Ibis : dewa burung air
Dewa Hator : dewa sapi
Dewa Apis : dewa lembu jantan yang sangat disucikan oleh
pendeta-pendeta
Binatang yang dipandang suci adalah kucing, anjing, buaya, dan sebagainya. Dan itu disebut dengan Totemisme, yang merupakan jenis binatang suci dari para dewa. Pembatasan-pembatasan moral yang dalam, dilarang membunuh, serta menyakiti orang lain adalah berasal dari faham totemisme ini. Jadi jika bangsa Mesir memuja binatang baik secara simbolis maupun langsung, maka hal tersebut disebabkan karena watak dan jalan pikirannya terpengaruh oleh kesederhanaan dalam memahami gejala alam sekitar.
I. Kepercayaan Tentang Jiwa dan Ruh
Menurut Mesir Kuno pikiran tentang kepercayaan kekalnya ruh itu merupakan hal yang sederhana saja yang mereka anggap bahwa ruh adalah seperti angin atau hawa yang tidak nampak bentuk dan rupanya., tetapin dapat dirasakan kekuatannya. Demikian pula ruh manusia merupakan unsur yang menyebabkan bernapas sepanjang hidup itu. Ruh disebut “BA” yakni ruh yang benar-benar dan kekuatan lain yang disebut “KA” yaitu jiwa atau tubuh halus.
Dari kedua unsur tersebut ada hubungannya yaitu kekuatan yang disebut “KA”. Apabila manusia meninggal dunia maka “KA”selalu mendatangi tubuh jamaninya dan memberi nasihat kepada keluarganya. Itulah sebabnya timbul pemikiran untuk membuat mummi agar tubuh mayat itu tidak rusak, sehingga “KA” senang mendatangi tubuhnya itu.
Mayat Farao atau raja-raja, selain diawetkan dengan mummi juga dibalut dengan emas yang sama bentuk dan rupanya. Setelah itu dikuburkan dalam piramida-piramida atau kuburan batu lembah raja-raja. Piramida tertinggi di Mesir adalah piramida Raja Cheops 137 meter tingginya; sedang mummi yang paling terkenal karena seninya serta mutu emasnya ialah mummi Tut Ank Amon yang telah terbaring dalam suatu pemakaman kuburan batu selama 33 abad lamanya.
Para ahli purbakala
telah mengadakan penggalian kuburan secara luas dan menemukan 64 buah kuburan
raja-raja yang disertai dengan kekayaan bernilai tinggi sekali yang dikuburkan
bersama mereka.
Apabila dibandingkan dengan ayat dalam al-Qur’an Surat al-Isra: 75 disebutkan
“Mereka
bertanya kepadamu tentang ruh: katakanlah kepada mereka bahwa ruh itu urusan
Tuhanku dan tidaklah Allah memberikan ilmu kepadamu kecuali hanya sedikit saja”.
Oleh karena itu, diyakini segala macam teori tentang jiwa baik yang pernah atau yang dikemukakan para ahli ilmu pengetahuan tidak lain hanyalah bersifat spekulatip belaka, sedang hakekat kebenaran belum dapat diyakini karena masing-masing teori hanyalah meninjau dari satu aspek diantara beberapa aspek yang ada pada objek kebenaran itu.
Adapun ibadat yang paling tetap, paling menyeluruh, paling kuat dan lebih tahan lama ialah pemujaan orang-orang mati dan nenek moyang tanpa diragukan lagi. Kesuburan tanah mempunyai kedudukan yang tidak perlu mengherankan. Mereka melambangkan alam keseluruhannya dengan sapi yang menerbitkan bintang dari perutnya, atau dengan seorang perempuan yang membongkok ke tanah dengan tangannya, sedang “Shaw” dewa udara menyandarinya dengan kedua tangannya.
“Cha” jalan mereka yang paling kuno tentang asal-usul alam yang makmur ialah bahwa alam ini adalah lautan air yang luas, dimana sebutir telur besar mengapung diatasnya, dan dari telur ini keluarlah dewa Matahari, dan ia menurunkan empat orang anak, yaitu “Shaw”, “Tefnut”, yang keduanya berdiri diangkasa, kemudian “Geb” dewa Bumi, dan “Nut” dewa langit. Kemudian langit kawin dengan bumi, maka keduanya menururnkan Osiris, Isis, Set, Nephtys. Jadi mereka semua adalah sembilan dewa pada permulaan kejadian yang lahir dari perkawinan bumi dengan langit,. Kemudian segala sesuatu berada ditangan tiga orang dewa, yaitu Osiris, Isis, dan Herus.
Masih ada bentuk lain tentang kisah penciptaan, yang keringkasannya ialah bahwa Re sendiri, yaitu dewa Matahari, adalah raja Mesir pada suatu masa. Mereka membuktikan kisah yang banyak beredar dalam dongeng-dongeng yaitu bahwa Re, raja Dunia menerima penduduknya yang terdiri dari manusia. Kemudian rakyatnya memberontak terhadapnya, maka Re menguasakan Hathor, dewa Siksaan perempuan atas mereka, akan tetapi Re merasa kasihan terhadap mereka karena kekejaman Hathor. Kemudian Re meninggalkan dunia dan ia membawa sapi langit di punggungnya, dan berdiamlah ia disana, kemudian sesudah beberapa waktu pribadinya bercampur dengan Osiris. [24]
Daerah Mempis
memuja dewa Matahari dengan nama Ptah, daerah Ainus-Syams atau Hello- Polis
dengan nama Re, dan kadang-kadang dengan nama Atum, daerah Thebes dengn nama
Aman.[25]
Ptah merupakan pemujaan yang paling dekat kepada pengertian-pengertian rohani, karena Ptah sudah meningkat dari dewa pembuat yang pandai tentang bangunan, patung-patung dan pekerjaan lain, menjadi dewa yang khusus untuk membangun tempat peribadatan yang suci, yang menurut mereka menjadi contoh bagi alam dengan bumi dan langitnya. [26]
Dari doa Akhnaton dapatlah diketahui sifat-sifat Tuhan yang diserukannya untuk menyembah Dia semata-mata tanpa lainnya. Ternyata sifat tersebut adalah sifat yang tertinggi dan yang bisa dicapai oleh permohonan manusia pada masa dahulu dalam menemukan kesempurnaan Tuhan.
Dia adalah zat yang
hidup, yang memulai hidup, Raja yang tidak ada sekutu baginya. Dalam kerajaan,
pencipta janin dan air mani (sperma) yang daripadanya bertumbuhlah janin itu,
penghembus nafas hidup pada setiap makhluk, jauh karena kesempurnaannya dan
dekat karena nikmatnya, mensucikan namanya makhluk di bumi dan orang tua yang
berambut janggut, serta berkalungkan kunci-kunci kekuasaan, yang berasal dari
awal kejadian dimana tidak ada sesuatu kecuali air dan gelap.[27]
Al-‘Akkad, Abbas Mahmoud, Ketuhanan Sepanjang Ajaran
Agama-agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Al-Maghlouth, Sami, Bin Abdullah, Atlas Agama-Agama,
Jakarta: Almahira, 2011
Arifin, H.M., Menguak Misteri Ajaran agama-agama Besar,
Jakarta: Golden Terayon Press, 1986
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Umum Untuk
SMP I, Bandung, 1979
Tim
BSB (Belajar Sambil Bermain), Sekilas Sejarah Dunia, Bali:Yayasan Gemah Ripah,
2011
Wuryaningsih,
M.Y. Sri, Modul Sejarah Kelas I SMU.
www.ancient-egypt.org
diakses pada tanggal 19 Maret 2013
[1]
Modul Sejarah Kelas 1 SMU, Dra. M.Y. Sri Wuryaningsih, hal. 14
[2] Sekilas Sejarah Dunia, Tim BSB (Belajar Sambil
Bermain) Yayasan Gemah Ripah, 2011, hal. 28
[3]
Ibid, hal.29
[4]
Kata hieroglif datang dari istilah Yunani, hiero-glyphikos yang artinya
ukiran sakral. Dalam kaitannya dengan ini mula-mula digunakan untuk menunjuk
pada objek dan konsep. Bentuk-bentuk hieroglif berupa gambar benda yang ada di
lingkungan orang Mesir. Beberapa contoh paling awal tentang tulisan di Mesir
digunakan sebagai alat untuk menamai dan juga menjumlahkan benda tertentu
[5]
Sejarah Umum Untuk SMP Kelas 1, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta,
1979, hal. 19
[6]Dikutip
dari: www.ancient-egypt.org diakses
tanggal 19 Maret 2013
[7]
Sekilas Sejarah Dunia, Tim BSB (Belajar Sambil Bermain) Yayasan Gemah Ripah,
2011, hal. 34
[8]
Modul Sejarah Kelas 1 SMU, Dra. M.Y. Sri Wuryaningsih, hal. 18
[9]
Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Agama-Agama, hal.477
[10]
Sekilas Sejarah Dunia, Tim BSB (Belajar Sambil Bermain) Yayasan Gemah Ripah,
2011, hal. 34-35
[11]
Obelisk yaitu tugu batu yang tinggi dan ujungnya runcing untuk pemujaan
[12]
Hieratis yaitu tulisan suci yang digunakan oleh pendeta
[13]
Demotis yaitu tulisan rakyat untuk menuliskan kegiatan atau hal-hal duniawi
[14]
Modul Sejarah Kelas 1 SMU, Dra. M.Y. Sri Wuryaningsih, hal. 21-22
[15]
Ibid, hal. 22-23
[16]
Ibid, hal.23-24
[17]
Sejarah Umum Untuk SMP I, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal. 20
[18]
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Sejarah Umum untuk SMP Kelas 1, h. 19.
[19]
Sekilas Sejarah Dunia, Penyusun Tim
BSB, Yayasan Gemah Ripah; Buleleng, 2011.
[21]
Ibid, h. 458.
[22]
Ibid, h. 450-451.
[23]
H. M. Arifin, M. Ed., Menguak
Misteri Kerajaan Agama-agama Besar, h. 11-14.
[24]
Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Ketuhanan
Sepanjang Ajaran Agama-agama, h. 53.
[25]
Ibid, h. 54.
[26]
Ibid, h. 52
[27]
Ibid, h. 60.
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)